AEK KANOPAN, WARTATODAY.COM – Tak terima anaknya tinggal kelas, Badia Hasibuan bersama dengan istrinya “ngamuk bombay” (marah-marah) di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, selasa, 18/6.
Hasibuan dan istrinya berteriak-teriak histeris disana karena merasa keberatan dengan keputusan pihak sekolah yang menetapkan anaknya, Boy One Daniel, tinggal kelas. Mereka merasa ada yang ganjil dengan keputusan itu, sebab sejak kelas 1 dulu, Boy telah belajar di kelas unggulan sekolah tersebut.
“Dari semester pertama hingga semester ketiga, nilai-nilai anak saya ini tidak ada yang jelek. Dia mampu mengikuti setiap mata pelajarannya, tapi kenapa di semester empat yang merupakan kenaikan kelas ini, anak saya malah dinyatakan tinggal kelas. Kan aneh!” ujar Hasibuan.
Amatan wartatoday.com, selama kedua orang tua siswa ini marah-marah disana, tampak beberapa orang guru tak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya diam dan seolah membiarkan keduanya marah-marah dan teriak-teriak tanpa ada yang bisa menghentikannya.
Kepada wartawan, kedua orangtua siswa ini menjelaskan, awalnya mereka datang ke sekolah itu untuk mengambil raport anak mereka yang sempat dikabarkan dinyatakan tinggal kelas. Namun aneh, saat mereka menanyakan raport itu, pihak sekolah mengatakan bahwa raport Boy belum diisi. Hal inilah yang sontak membuat Hasibuan dan istrinya mengamuk membabi buta di lingkungan sekolah tersebut.
Robert Nainggolan, salah seorang guru disana, saat ditanya tentang raport Boy membenarkan bahwa raport itu memang belum diisi. “Raportnya memang belum diisi, saat ini sedang dicetak, ” kata Robert yang tampak kebingungan menghadapi situasi itu.
Di tempat yang sama, Firman, Humas di sekolah itu meminta waktu kepada Hasibuan untuk menyelesaikan masalah ini. Ia berjanji akan mempertemukan Hasibuan dan istrinya dengan kepala sekolah. “Besok kita pertemukan bapak dan ibu ini dengan kepala sekolah. Disana aja kita carikan solusinya besok, ” kata Firman.
Diduga Ada Sentimen Guru
Penelusuran wartatoday.com, diduga ada semacam sentimen pribadi dari salah seorang guru di sekolah itu terhadap Boy One Daniel. Pasalnya, beberapa bulan lalu, orangtua Boy pernah melaporkan Lilis Suryani boru Hutagalung, salah seorang guru disana kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Labura. Ia dilaporkan karena telah memberlakukan hukuman fisik secara berlebihan kepada Boy. Saat itu, Boy dipukul dengan cara yang tidak wajar.
Saat itu, atas mediasi yang dilakukan oleh KPAID, kasus tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan tidak berlanjut hingga ke ranah hukum. Lilis Suryani Hutagalung dan Hasibuan menyepakati untuk berdamai dengan catatan tidak akan ada perlakukan tidak baik terhadap Boy selaku anak didik di SMAN 1 Kualuh Hulu.
Diduga hal inilah yang menimbulkan sentimen pribadi dari guru tersebut terhadap Boy yang berujung pada ditetapkannya Boy tinggal kelas dengan alasan tidak mampu mengikuti mata pelajaran. (renz)