Fenomena Maraknya Gepeng dan Anjal, Penggunaan Anggaran Dan Kinerja Dinsos Tebing Tinggi Dipertanyakan

Tebing Tinggi709 Dibaca

TEBING TINGGI WARTATODAY.com – Lemahnya Penanganan para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) antara lain dengan maraknya Gepeng dan Anjal di Kota Tebing Tinggi sudah seharusnya menjadi salah satu program prioritas pemerintah Kota Tebing Tinggi.

Padahal ini sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Dalam UU tersebut dijabarkan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Sementara dalam faktanya, masih begitu banyak masyarakat di kota ini yang belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga untuk mencapai hidup layak sangat susah. Akhirnya ” menjamurlah ” gepeng, anjal di kota ini.

Oleh karena itu, pemerintah kota seharusnya lebih mengedepankan dan memiliki kepedulian lebih untuk melakukan langkah-langkah rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial bagi para PMKS

Terkait maraknya gepeng dan pengemis di Kota Tebing Tinggi, awak media jejaring meminta tanggapan dari sejumlah aktivis Lembaga Sosial Masyarakat ( LSM ) dan salah satunya adalah LSM Komunitas Pemburu Korupsi Republik Indonesia ( KPK RI ) Cabang Tebing Tingg, ternyata LSM ini berencana akan ” mempertanyakan ” aliran dana dan penggunaan anggaran di Dinas Sosial Kota Tebing Tinggi melalui APH.

Ketua LSM KPK RI, Fahmi Ismail di dampingi sekretarisnya yang di temui awak media jejaring di ruang kerjanya, pada Senin (3/6/2024 ) menjelaskan bahwa beberapa pekan terakhir pihaknya melakukan investigasi lapangan terkait banyaknya gelandangan dan warga terlantar.Kota Tebing Tinggi di duga tidak terperhatikan Dinas Sosial Pemerintah Kota Tebing Tinggi.

Melalui postingan di akun pribadi Fahmi KPK, sudah di informasikan bahwa ada dua keluarga yang diduga terlantar dan kurang mendapat perhatian pemerintah kota, padahal dalam anggaran pendapatan belanja daerah TA 2023, terlihat jelas ada tercacat anggaran untuk masyarakat miskin, gelandangan dan rehabilitasi dasar penyandang disabilitas terlantar, anak dan lanjut usia terlantar, serta gelandangan / pengemis di luar panti sosial.

Kemudian ada juga anggaran rehabilitasi sosial penyandang masalah kesejahteraan sosial ( PMKS ) bukan korban HIV / Aids dan Nafza. Anggaran pengelolaan data fakir miskin cakupan daerah kabupaten / kota. ungkapnya dalan postingannya di akun media sosial.

” Saya sudah melihat kondisi gelandangan dan sekalangan masyarakat miskin di Kota Tebing Tinggi ini bertahun-tahun namun faktanya hingga Mei 2024 ini belum terlihat adanya perubahan terhadap nasib mereka ‘ terang Fahmi.

Dari hasil pantauan dilapangan, Keluarga yang setiap hari hidup di pinggir jalan dengan kondisi yang tidak layak di ketahui adalah keluarga Mujoono. tidak memiliki domisili yang jelas , keluarga ini hidup. dengan 2 anak laki laki dan 2 anak perempuan serta seorang istri, mereka seringkali kekurangan makanan, tidak memiliki pakaianyang layak , dan tempat tinggal sementara di sebuah gubuk yang juga tidak layak huni di pinggir sungai.Untuk memenuhi kebutuhan perut saja sehari-harinya mencari botot dan meminta minta.

Sedang keluarga miskin terlantar lainnya yang berhasil di investigasi adalah seorang warga Kelurahan Lalang dan bocah pemulung warga Jalan Ir H.Juanda Kelurahan Karya Jaya. Keduanya terpaksa harus mengutip barang rongsokan dan botol bekas untuk menyambung hidup.

“Coba kita perhatikan dalam Pasal 34 UUD 1945 setelah amandemen pada tahun 2002 menyebutkan : (1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara; (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan; dan (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.” Tegas Fahmi Ismail.

Aktivitas ketiga warga dimaksud tidak hanya mencerminkan kurangnya perhatian dari pemerintah kota , tetapi juga menimbulkan keprihatinan bagi masyarakat sekitar yang menyaksikan kondisi ini setiap hari.

Tiga contoh yang di paparkan LSM KPK RI Cabang Tebing Tinggi belum selaras dengan fenomena maraknya anjal, gepeng, odgj, dan badut anak di jalanan, Fahmi menilai hal ini sebagai ketidakmampuan pemerintah kota dalam mensejahterakan masyarakat dan menjalankan Undang Undang.

‘Padahal, pemerintah kota punya semua perangkat yang bisa digunakan untuk memaksimalkan dan menjalankan tugasnya, seperti personil dan anggaran. Namun, kondisi ini (masyarakat miskin) justru dinilai belum jadi prioritas utama untuk diatasi. ” ucap Fahmi Ismail..

Menurut Fahmi, sudah waktunya Pemerintah Kota Tebing Tinggi jangan lagi ragu untuk bersikap koersi (memaksa) dalam penanganan fenomena ini. Namun, jangan pula melupakan tanggung jawab untuk menyediakan bantuan dan rehabilitasi agar mereka tidak terus-terusan menjadi pengemis. Berikan pelatihan kerja, berikan lapangan pekerjaan bagi mereka. Jadikan kesejahteraan masyarakat ini sebagai prioritas dalam pembangunan,” katanya mengakhiri pembicaraan.- (MET)

print

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *