Perkawinan Anak Dibawah Umur Penyumbang Angka Stunting

RAGAM, Tebing Tinggi241 Dibaca

TEBINGTINGGI, WARTATODAY.COM – Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kantor Kementerian Agama Kota Tebingtinggi, Tagor Mulia Siregar, menyebutkan perkawinan anak atau di bawah umur menyumbang angka stunting.

“Pada anak yang mengalami proses kehamilan, akan terjadi persaingan nutrisi dengan janin yang dikandungnya, sehingga berat badan ibu hamil seringkali sulit naik, dapat disertai dengan anemia karena defisiensi nutrisi, serta beresiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah yang berujung pada stunting.”

Hal ini diungkapkan Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kantor Kementerian Agama Kota Tebingtinggi, Tagor Mulia Siregar, saat menjadi narasumber sosialisasi Pencegahan Perkawinan Anak, yang dilaksanakan Pemerintah Kota Tebingtinggi, melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM),, Jumat (11/8/2023), di aula DP3APM.

Menurut narasumber, untuk mencegah perkawinan anak, perlu dukungan 3 pilar pembangunan yaitu pemerintah, masyarakat, dunia usaha serta peran media, untuk melakukan pencegahan perkawinan anak sehingga dapat mewujudkan generasi emas yang berkualitas di tahun 2045, ungkapnya.

Sebelumnya, Kepala DP3APM, Sri Wahyuni mengatakan, perkawinan anak merupakan pelanggaran hak-hak bagi anak perempuan dan laki-laki, karena anak-anak rentan kehilangan hak pendidikan, kesehatan, gizi, perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, dan tercabut dari kebahagiaan masa anak-anak.

“Konsekuensi yang lebih buruk yang kemungkinan dialami oleh anak perempuan diantaranya, kehilangan kasih sayang sebagai anak, berisiko mengalami kekerasan dan perlakuan salah, meningkatnya ketergantungan ekonomi untuk menopang kehidupanya, kehilangan hak untuk menentukan dalam berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menghadapi kehidupan rumah tangga yang tidak berkualitas, rentan mengalami diskriminasi serta status sosial yang rendah,” jelasnya.

Selain itu kata Sri Wahyuni, anak perempuan sering kali rentan mengalami diskriminasi gender, pelanggaran terhadap hak-haknya sebagai anak perempuan, rentan mengalami kekerasan selama dalam perkawinan, tingginya kematian bayi dan ibu melahirkan. Pengantin anak memiliki peluang lebih besar untuk mengalami kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran.

“Perkawinan usia anak juga memiliki dampak antar generasi. Bayi yang dilahirkan oleh anak perempuan yang menikah pada usia anak memiliki resiko kematian lebih tinggi, dan kemungkinannya dua kali lebih besar untuk meninggal sebelum usia 1 tahun, dibandingkan dengan anak-anak yang dilahirkan oleh seorang ibu yang telah berusia dua puluh tahunan,” ungkapnya

Bayi yang dilahirkan oleh pengantin anak juga memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk lahir prematur, dengan berat badan lahir rendah, dan kekurangan gizi, tutup Sri Wahyuni.

Kegiatan sosialisasi Pencegahan Perkawinan Anak yang digelar DP3APM diikuti perwakilan tenaga pendidik dan siswa Kota Tebingtinggi. (APA)

print

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *