SERGAI, WARTATODAY.COM – Tim penyelesaian lahan kelompok 80 Tambak Inti Rakyat (TIR) melakukan peninjauan di lokasi tanah di Desa Bagan Kuala dan Desa Tebing Tinggi Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Minggu (26/9/2021).
Tampak dalam peninjauan tersebut, Ketua Tim Penyelesaian Lahan kelompok 80 Zuhari, Wakil Ketua Sahrul Ginting, Sekretaris Sugito, Kadis Parbudpora Sergai yang juga mantan Camat Tanjung Beringin Sudarno S.Sos, Dewan Pengarah M.Bakri, Drs. Muslim Hasan, Arifin SPd, Kades Bagan Kuala Sapril, Kades Tebing Tinggi M.Nasir,Ardin Tubik dan Buchori Ramlan.
Ketua Tim Penyelesaian Lahan Kelompok 80 TIR Zuhari mengatakan, kegiatan ini merupakan tindaklanjut dari hasil inventarisasi data dan dokumen para ketua, anggota dan ahli waris yang sudah Empat hari lalu selesai dikerjakan. “Kita tidak bisa hanya melihat surat-surat dan keterangan diatas kertas saja, tanpa melihat langsung ke lahan kelompok 80 yang sudah puluhan tahun dialih fungsikan dari tambak menjadi kebun Sawit,” ujarnya.
Menurutnya, terbentuknya TIR ini menurut sejarahnya singkat berawal pada tahun 1986 yang lalu. Berawal dari masyarakat Kecamatan Tanjung Beringin mengajukan permohonan kepada Ketua Kelompok Petani Tambak Udang Windu Gajah Mada yang ketuanya pada waktu itu H. Probo Sutejo untuk berkenan menjadi Bapak Angkat TIR dengan luas areal 380 Ha di Desa Bagan Kuala.
Menindaklanjuti permohonan masyarakat tepat pada awal tahun 1987 yang lalu, H. Probo Sutejo meninjau lokasi dan ternyata hasilnya H. Probo Sutejo tidak menyetujui. Sedangkan pada tahun 1987 itu pula secara tidak diduga pihak Dirjen perikanan dan Asia Development Bank (ADB) turun ke Tanjung Beringin untuk mencari lokasi TIR dan bersedia mencari Bapak angkat, namun luas areal yang diminta harus mencapai sekitar 500 Ha, sehingga harus diperluas sampai ke Desa Tebing Tinggi.
Kemudian lanjut Zuhari, tanggal 30 Oktober 1987 Gubernur Sumatera Utara melalui Keputusan No.593.4/4089/K/1987, mengeluarkan Izin Penetapan Lokasi dan luas tambak udang bantuan ADB di Kecamatan Tanjung Beringin. Selanjutnya pada tanggal 30 Desember 1989 Gubsu menertibkan Surat Rekomendasi No.523.3/31347/1989 yang ditujukan kepada Mentri Pertanian c/q Dirjen Perikanan tentang penunjukan calon Perusahaan Inti PT. Deli Mina Tirta Karya.
Kemudian tanggal 16 Januari 1991 Gubsu melalui SK No.523.05/047/K/ 91 menetapkan Tim Sileksi Plasma. Pada tahun yang masih sama tepat tanggal 15 Mei 1991 Gubsu melalui SK No.523/12940 menetapkan penunjukan Tim Seleksi Plasma Tk.II Deli Serdang. Sedangkan pada tanggal 13 Agustus 1991 Bupati Deli Serdang melalui surat Nomor : 523/2822 mengajukan usul calon Plasma TIR, Tanjung Beringin kepada Ketua Tim Seleksi Calon Plasma Proyek TIR, Tingkat I Sumatra Utara. Dan pada tanggal 17 Oktober 1991 diadakan wawancara calon Plasma oleh Tim seleksi di Kantor Camat Tanjung Beringin, jelas Zuhari.
Sementara mantan Kepala Desa Bagan Kuala M.Bakri menuturkan, lahan kelompok 80 TIR lebih kurang seluas 287 hektar telah dimasukan dalam Hak Guna Usaha (HGU) pada tahun 1992. Lahan Kelompok 80 itu diberikan secara global karena belum sempat dibuatkan tambak Udang sehingga banyak ketua maupun anggota kelompok 80 yang sekarang ini lupa dimana persis tempatnya, kata Bakri.
Dahulunya, sambung Drs. Muslim Hasan salah satu pelaku sejarah TIR menyebutkan, Surat Keterangan Tanah milik para ketua kelompok 80 sudah diberikan kepada pihak manajemen PT. Deli Mina Tirta Karya (PT.DMK) sebelum diterbitkannya HGU, karena PT. DMK untuk menerbitkan HGU nya harus mencapai 500 hektar.
Sementara PT.DMK saat itu hanya diberikan lahan 55 hektar lebih dan ditambah lagi untuk kepentingan umum seperti sarana jalan, seluas 8 hektar lebih, sehingga berjumlah 63 Ha lebih saat itu. “Nah, untuk menerbitkan HGU tersebut tentunya tidak mencukupi, maka pihak PT. DMK selaku Bapak angkat mengabungkan lahan dari kelompok 48 lebih kurang 96 hektar dan kelompok 80 seluas lebih kurang 287 Ha, sehingga berjumlah 499,2 Ha dan diterbitkan HGU PT.DMK pada tahun 1992 yang lalu,” ungkap Muslim.
Arifin SPd salah satu ketua kelompok 80 sangat menyayangkan bahwa, sudah mencapai 29 tahun persoalan ganti rugi terhadap lahan kelompok 80 hingga berakhirnya HGU PT. DMK pada tanggal 31 Desember 2017 belum juga selesai. Alhasil lahan kelompok 80 tidak bisa dimanfaatkan oleh ketua kelompok karena pelepasan asset PT.DMK belum tuntas. Begitu juga proses tidak diperpanjangnya HGU PT.DMK sehingga kondisi tersebut membuat para ketua kelompok yang tergabung dalam kelompok 80 tidak bisa mengelola lahan masing-masing seluas 4 hektar/kelompok.
Anehnya, saat sekarang ini bermunculan oknum-oknum yang mengaku punya lahan tapi posisi lahan tersebut dalam areal lahan kelompok 80 dengan bermodalkan menunjukan surat tanah tahun 1986.
“Nah, jika memang benar telah memiliki lahan di areal kelompok 80, kenapa saat sudah diterbitkan HGU PT. DMK tahun 1992 tidak ada oknum-oknum yang melaporkan pihak manajemen PT. DMK, karena sudah menserobot tanah warga. Aneh bukan?,” ungkap Arifin. (HBS)